KARAWITAN SUNDA

BAB I
TEORI DASAR KARAWITAN

1.1.         Pengertian Karawitan.
Jika kita berbicara tentang seni tradisional atau kebudayaan lokal maka kita akan menemukan istilah karawitan, mungkin istilah karawitan sendiri sudah lumrah atau sering  kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi akankah kita tahu apakah itu karawitan? Darimana asal karawitan? Dan bagaimana bentuk karawitan itu sendiri?
Karawitan adalah segala bentuk kesenian yang berakar dari kebudayaan tradisional Indonesia, tentu saja didalamnya terdapat bentuk-bentuk seni, kesenian, dan alat kesenian yang secara harfiah dikatakan dan masuk dalam kategori tradisi seperti, kendang, goong, gamelan, kacapi, suling, celempung, dll.
Karawitan tidak hanya hidup di tatar parahyangan (Sunda) akan tetapi hidup pula di Jawa, Bali, Madura, Dayak, Batak. Istilah karawitan dalam bahasa Sunda dapat dikatakan sebagai bentuk yang baru. Akan tetapi, pemakaiannya cepat sekali meluas dan digunakan secara bebas, sehingga istilah ini tidak terdengar asing baik dikalangan seniman maupun dikalangan pendidik.
Istilah karawitan pertama digunakan dalam bahasa Jawa, sekitar tahun 1920. Istilah tersebut mengacu pada seni suara, yang digunakan sebagai nama untuk kursus menabuh gamelan di Museum Radya Pustaka Keraton Surakarta.
Orang Sunda menggunakan istilah karawitan untuk jenis kesenian Degung, Cianjuran, Kiliningan, Calung, Celempungan, dan berbagai jenis seni suara lainnya yang memiliki ciri tradisi Sunda seperti sekar kawih, sekar kapasindenan, sekar tembang serta seni suara yang dititik beratkan pada panggunaan laras salendro, pelog, degung, dan madenda.
Dibawah ini ada beberapa pengertian kerawitan menurut para ahli, yang ditinjau dari segi keilmuan, kebahasaan, dan sejarah karawitan sendiri. Tentu saja bentuk karawitan itu adalah sesuatu yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari tetapi kita tidak tahu tentang pengertian karawitan itu sendiri.
a.     Menurut Ki Sindoe Soewarno (seorang ahli karawitan Jawa)
Karawitan berasal dari kata ka–rawit–an. Ka- dan -an adalah awalan dan akhiran. Rawit berarti halus. Jadi karawitan berarti kumpulan segala hal yang halus dan indah. Karawitan juga dapat diartikan sebagai kesenian yang mempergunakan bunyi–bunyian dan seni suara. Tegasnya, karawitan=seni suara=musik. Tetapi kata musik sudah terlanjur menimbulkan gambaran lain didalam pengertian kata yaitu : bunyi–bunyian eropa.

b.     Menurut R.M.A. Kusumadinata  (seorang ahli karawitan Sunda)
Selain sependapat dengan ki Sindoe Soewarno beliau juga berpendapat bahwa kata karawitan  berasal dari kata rawit yang akar katanya bermula dari Ra = sinar matahari = cahaya = seni. Wit = weda = pengetahuan. Jadi karawitan adalah pengetahuan kesenian yang meliputi seni tari, seni rupa, seni suara, seni padalangan, seni drama, seni sastra, dan sebagainya.
c.      Menurut Udjo Ngalagena, dkk.
Secara etimologis kata karawitan berasal dari ka–rawit–an. Ka dan an awalan dan akhiran. Rawit berarti cabai kecil yang sangat pedas, halus , indah, seni, dalam arti yang luas karawitan = kehalusan atau kasenian, meliputi: seni tari, seni padalangan, seni rupa, dan seni sastra. Dalam arti yang khusus, karawitan adalah seni suara daerah yang berlaras pelog atau salendro.
d.     Menurut Kamus Basa Sunda.
Menurut kamus basa Sunda ( LBBS ) pengertian karawitan adalah ilmu yang mempelajari seni swara baik yang menggunakan laras pelog, degung, salendro ataupun madenda.
e.      Pengertian karawitan secara umum
Karawitan secara umum  adalah seni suara daerah di Indonesia yang berlaras pelog maupun salendro.
f.       Pengertian karawitan secara khusus
Karawitan dalam arti yang khusus berarti seni suara yang mempergunakan alat–alat gamelan, yang memakai laras pelog dan salendro.

1.2.         Pembagian Karawitan
Dilihat dari bentuknya, karawitan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
A.    Karawitan sekar
B.     Karawitan gending
C.     Karawitan sekar gending.


A.    Karawitan sekar ( vokal )
Yang dimaksud dengan karawitan vokal atau lebih dikenal dalam istilah karawitan sunda dengan sekar ialah seni suara yang substansi dasarnya menggunakan suara manusia. Tentu saja dalam penampilannya akan berbeda dengan bicara biasa yang juga mempergunakan suara manusia. Sekar merupakan pengolahan yang khusus untuk menimbulkan rasa seni yang sangat erat berhubungan langsung dengan indra pendengaran. Vocal sangat erat bersentuhan dengan nada, bunyi, atau alat–alat pendukung lainnya yang selalu akrab berdampingan. Menurut bentuknya sekar dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1.  Sekar irama merdika (bebas irama), contoh:
pupuh, bawa sekar, kakawen, nyandra, murwa, macapat.

2.  Sekar tandak (ajeg, tetap), contoh:
panambih dalam tembang, lagu kawih, kapasindenan.


B.    Karawitan gending ( instrumental )

Karawitan Gending secara harfiah dapat diartikan sebagai bentuk kesenian yang didalamnya terdapat sebuah iringan musik instrumentalia, pada dasarnya ansamble yang digunakan dalam karawitan gending adalah gamelan yang berlaraskan pelog, salendro, degung, dan madenda. Akan tetapi didalam karawitan sunda gending diterapkan kedalam bentuk luas, gending tidak hanya digunakan untuk waditra bernada dan berlaras seperti gamelan dan kacapi akan tetapi digunakan pula pada waditra non-gamelan dan tidak berlaras seperti dogdog, kohkol, keprak, dsb. Didalam bentuknya karawitan gending pun dibagi menjadi 2 yaitu:

1.   Gending maat bebas
: yaitu gending yang tidak terikat oleh ketukan, seperti masieupan, dsb.

2.     Gending tandak
: yaitu gending yang bertempo ajeg, seperti : lagu gendu, banjaran, dsb.

                             
C.   Karawitan campuran ( sekar gending )
Sekar gending atau disebut pula karawitan campuranmerupakan bentuk sekaran yang diiringi dengan gendingan. Dalam penyajiannya karawitan sekar gending dibagi dalam 2 bagian yaitu:
1.     Sekaran, ialah karawitan campuran yang menonjolkan sekarnya saja, misalnya: kiliningan, celempungan, dsb.
2.     Sekar gending, ialah karawitan campuran dimana hidangan sekar dengan gendingnya saling mendukung sehingga menjadi harmonis.

Selain di atas gending juga berfungsi untuk :
a.     Mengiringi sekar, contoh: anggana sekar, rampak sekar, kakawen wayang.
b.     Mengiringi tarian atau wayang, oleh sebab itu ada istilah gending tari, gending wayang.
c.      Sebagai illustrasi (gambaran suasana), contoh: overture, suasana perkawinan, suasana dalam cerita, film, dan sebagainya.



BAB II
TITILARAS

1.1.         Pengertian
Titilaras adalah suatu sistem dan merupakan bagian daripada ilmu karawitan yang di dalamnya terdapat ilmu menabuh, titilaras bertugas untuk mendokumenter lagu–lagu baik yang sudah lama maupun yang masih baru. Selain itu titilaras juga berguna dalam metoda pembelajaran karawitan, tanpa itu baik pelatih, pendidik, maupun siswa akan mendapat kesukaran didalam mempelajari karawitan.
Banyak sekali sebutan–sebutan yang menunjukan wujud daripada titilaras, seperti: serat lagu, tulisan lagu, enot, enut, dsb. Istilah–istilah tersebut dapat diartikan sebagai notasi atau solmisasi atau serat kanayagan (sebutan yang diberikan oleh RMA Kusumadinata).
Titilaras adalah penjelmaan notasi sunda sebagai jembatan untuk menentukan keutuhan lagu baik sekar maupun gending, untuk dibaca, dipraktekan, melalui waditra dan sekar.
Secara etimologis kata titilaras berasal dari dua kata titi dan laras. Titi berarti tangga, tanda, aturan, sedangkan laras adalah nada. Jika digabungkan maka akan terwujud kata titilaras atau tangga nada. Laras ditentukan oleh bentuk dan bahan baku secara alami, seperti laras pelog/salendro berbeda rasa suaranya apabila dibunyikan melalui bambu, besi, perunggu, senar, dan kayu.
Maka dari itu pengertian titilaras secara luas adalah suatu sistem untuk mengubah suara kedalam bentuk tulisan / partitur.
Dibawah ini adalah beberapa nama daerah yang mempunyai titilaras, seperti :
Karawitan
Titi laras
Penciptanya
Sunda
Daminatila :
5   4   3    2    1
La  ti  na  mi  da
R.M.A.Kusumadinata
Jawa
Kepatihan :
1  2    3    4      5      6      7
Ji  ro  lu  pat   ma  nem  pi
Patih ki Wreksodiningrat di Surakarta

Bali
Dongding :
O        e          u        a         i
Dong  deng  dung  dang  ding
Menurut Atik Soepandi, hasil penelitian di Kokar Bali

Titilaras dalam karawitan Sunda adalah penemuan R.M.A.Kusumadinata yang selama hidupnya ia dedikasikan untuk meneliti dan mencari materi tentang titilaras Sunda. Kata da mi na ti la adalah hasil dari pecahan kalimat “ada-adaminangka pranataning laras”.

1.2.          Laras pada Karawitan Sunda
Istilah laras didalam musik disebut tangga nada atau skala nada, dengan pengertian bahwa laras adalah rangkaian, deretan, atau rakitan nada-nada yang tertentu jumlah dan swarantaranya dalam satu gembyang (oktaf).
Swarantara berasal dari kata swara ( suara ) dan antara, yang berarti jarak dari nada ke nada atau suara yang lai. Dalam istilah musik swarantara disebut dengan interval.
Gembyang ( Oktaf ) adalah deretan nada dari nada da (1) sampai ke nada da(1)berikutnya. Semua seni suara mengenal pengertian gembyang atau oktaf atau beulit ( Sunda ) dan kwint atau kempyung. Sedangkan interval kempyung  ( Kwint ) adalah jarak nada dari da (1) sampai ti (4).
Satuan jarak suara atau jarak nada disebut dengan cent, pengukuran jarak nada ini adalah hasil penemuan dari seorang ahli ilmu pasti yang bernama Dr.J.A.Ellis ( 1804-1911).
Laras atau nada dalam karawitan sangat berbeda dengan musik diatonis. Perbedaan yang terutama antara lain tentang swarantara (interval) di dalam susunan nada yang tersusun dalam jalur dari satuan gembyangan. Perbedaan itu terlihat pula dari jumlah nada yang terdapat pada pelog dan salendro dibandingkan dengan musik diatonis. Pelog mempunyai sembilan suara dalam satu gembyang (oktaf). Salendro mrmpunyai 17 suara dalam satu gembyang, sedangkan musik 12 suara (nada) dengan kromatiknya. Selain masalah interval, instrument yang digunakannya pun berbeda pula.
Di dalam karawitan Sunda ada beberapa laras yang digunakan diantaranya:
a.     Laras salendro.
Laras salendro bercabang menjadi laras-laras lainnya, yaitu laras madenda dan laras Degung, Mataraman/Kobongan/Mandalungan. Cabang laras-laras ini tetap berorientasi pada nada-nada dalam salendro yang membedakannya adalah jarak/interval dari nada ke nada masing-masing laras.
Salendro dibagi menjadi dua bagian yaitu salendro padantara dan salendro bedantara. Salendro padantara adalah larasa salendro yang interval atau jarak nadanya sama yaitu 240 cent, sedangkan laras salendro bedantara adalah laras salendro yang jarak nada atau intervalnya berbeda.
Laras salendro digunakan sebagai acuan dalam penggunaan laras lain dalam karawitan Sunda.

b.     Laras pelog.

Laras ini mempunyai tiga surupan, yaitu surupan Jawar, Liwung dan Sorog. Didalam pelog terdapat 6 rakitan swara yang telah disusun, jika ditambah dengan nada panangis dan pamiring dalam wilahan gamelan maka akan terdapat Sembilan surupan didalam sebuah perangkat gamelan pelog.
                                           
c.      Laras degung.
Laras degung adalah laras yang digunakan ditatar parahyangan ( Sunda ), laras ini sangat berbeda dengan laras pelog, karena interval dalam swarantaranya berbeda. Laras degung adalah laras yang dihasilkan dari laras salendro padantara. Laras degungberkaitan pula dengan gamelan yang digunakan di parahyangan yaitu gamelan degung, gamelan ini berbeda dengan gamelan salendro dan pelog, baik laras maupun perangkatnya.

d.     Laras madenda.
Laras madenda adalah laras yang dihasilkan dari pemecahan laras salendro menurut swarantaranya, sama halnya dengan laras degung laras ini dapat di temukan dalam perangkat gamelan degung.

e.      Laras rindu.
Laras rindu berlainan dengan pelog atau salendro. Sampai sekarang laras rindu ini masih dipergunakan oleh masyarakat di daerah Kanekes/Baduy. Jika kita teliti secara seksama, terasa adanya pendekatan dengan laras salendro, terutama dalam swarantaranya.                                                                       

1.3.          Sistem Penulisan                                                                                               
Di dalam penggunaan laras, baik laras salendro, pelog, degung, maupun madenda terdapat system penulisan untuk pembuatan notasi. Didalam penulisan notasi pada karawitan sunda,  baik notasi buhun ataupun notasi R. Machyar sangat berkaitan erat karena keduanya sangat penting di dalam dunia karawitan sunda.
Di  bawah ini adalah bentuk notasi buhun dengan rakitan laras salendro sebagai acuan di dalam karawitan sunda yang kemudian bentuk notasi buhun itu dirubah ke dalam notasi R. Machyar guna kepentingan penulisan notasi dan pengucapanya, antara lain:

Notasi Buhun
Penulisan Angka
Notasi damina (R. Machyar)
T  ( Tugu )
1
Da
L ( Loloran )
2
Mi
P ( Panelu )
3
Na
G ( Galimer )
4
Ti
S  ( Singgul )
5
La

Tidak hanya itu didalam karawitan Sunda pun ada yang disebut dengan surupan, kata surupan berasal dari kata nyurup atau sama, didalam musik surupan diartikan sebagai nada dasar. Selain itu pengertian dari surupan adalah tinggi rendahnya sebuah nada yang ditentukan dengan frekuensi tertentu.
 Ada beberapa surupan yang di gunakan baik dalam gamelan, suling, kacapi, dan waditra-waditra lain yang bernada, seperti surupan 47, 48, 50, 52, 54, 56, 57, 58, 60, 62. Semakin besar angka pada surupan itu maka semakin rendah pula nada yang dihasilkan oleh waditra tersebut, dan semakin kecil angka pada surupan maka semakin tinggi nada yang dihasilkannya.
Selain surupan adapula tekhnik penglarasan dalam karawitan Sunda, walaupun bentuk laras yang digunakan hanya ada 4 jenis, akan tetapi semuanya akan berbeda jika mengacu pada surupan, contoh diantaranya :

Pelog at Degung
1 = T
1 = L
1 = P
1 = G
1 = S
2 = T
2 = L
2 = P
2 = G
2 = S
3 = T
3 = L
3 = P
3 = G
3 = S
4 = T
4 = L
4 = P
4 = G
4 = S
5 = T
5 = L
5 = P
5=  G
5 = S

Madenda
1 = T
1 = L
1 = P
1 = G
1 = S
2 = T
2 = L
2 = P
2 = G
2 = S
3 = T
3 = L
3 = P
3 = G
3 = S
4 = T
4 = L
4 = P
4 = G
4 = S
5 = T
5 = L
5 = P
5=  G
5 = S

Jika kita amati tabel diatas maka akan kita dapat simpulkan bahwa setiap laras baik pelog ataupun madenda mengacu pada notasi buhun, untuk penggunaan surupan dalam laras pelog biasanya hanya beberapa saja seperti 1 =  T ( Pelog Jawar,) 1 = G ( Liwung ), 1= P ( Sorog ). Sedangkan dalam penggunaan laras madenda nada dasar yang diambil biasanya dengan suara 4 (ti), seperti, madenda 4 = T, T = L, 4 = P, 4 = G, 4 = S.
contoh penggunaan laras dan surupan dalam lagu ialah :
Sabilulungan
Laras     : Pelog at Degung                     sanggian / rumpaka :
Surupan          : 1 = T                                                         M. Koko

Kalemah cai kuring jangji
Laras      : Madenda                                         sanggian / rumpaka
Surupan          : 4 = T                                                         Nano. S

Maka dapat kita simpulkan bahwa penggunaan laras, surupan, dan notasi baik buhun ataupun notasi R. Machyar itu sangat berkaitan erat didalam Karawitan Sunda, baik bagi arranger ( penggarap), pelaku seni, dan bahan pendidikan di sekolah.

1.4.          Skema Tabel Patet
Patet atau papatet adalah letak tahap-tahapan nada dari suatu laras atau surupan, yang diduduki oleh nada-nada dari laras atau surupan tersebut. Didalam titilaras karawitan Sunda patet banyak digunakan dalam pola tabuh gamelan salendro, dan pola lagu kiliningan. Tidak hanya itu didalam lagu-lagu kawih mang koko an patet banyak digunakan dalam penciptaan lagunya.
Didalam karawitan Sunda terdapat 5 macam patet yang digunakan baik dalam pola tabuh maupun pola lagu, yaitu :
a.     Petet Nem
b.     Patet Loloran
c.      Patet Manyura
d.     Patet Sanga
e.      Patet Singgul

Dibawah ini adalah contoh dari table patet yang digunakan dalam pola tabuh gamelan Sunda.
Nama Patet
Fungsi atau tahapan nada
I
II
III
IV
V
Nem
1
2
3
4
5
Loloran
2
3
4
5
1
Manyura
3
4
5
1
2
Sanga
4
5
1
2
3
Singgul
5
1
2
3
4

1.5.         Swarantara Laras Pada Karawitan Sunda.

a.     Laras Salendro Padantara mempunyai jarak yang sama yaitu 80 cent.
S   .   .   G   .   .   P   .   .   L   .   .   T   .   .   S

     240        240        240      240        240        = 1.200
b.     Laras Salendro bedantara mempunyai jarak yang berbeda.

 S   .   .   G   .   .   P   .   .   .   L   .   .   T   .   .   .   S

212     212        282             212        282        = 1.200


1.6.         Tanda Baca
Didalam system penulisan notasi tanda baca sangat penting dipelajari, tanda baca dipergunakan untuk membaca nada dan ketukan pada setiap matra atau baris nada, adapun tanda baca yang terdapat dalam penulisan notasi antara lain :
a. Tanda Titik ( . )
          - Tanda titik berfungsi untuk memanjangkan nada.
Contoh :
1   2   3   4
.   .   .   5
Tanda titik pada notasi diatas menunjukan bahwa nada Ti=4 dibaca panjang sebanyak tiga ketukan. Selain itu adapula penulisan titik diatas dan dibawah lambang nada, titik ini berguna untuk membedakan tinggi rendahnya suatu nada dalam garis matra, didalam music jika suatu lambang nada dibubuhi titik diatas maka itu dibaca tinggi, sedangkan jika titik itu berada dibawah maka nada tersebut dibaca rendah, penulisan  ini sangat berbeda dengan notasi pada karawitan Sunda.
Didalam karawitan Sunda khususnya, jika tanda titik dibubuhkan diatas lambang nada berarti nada tersebut dibaca rendah sedangkan jika nada tersebut berada dibawah lambang nada maka nada tersebut dibaca tinggi. Hal ini yang menjadikan salah satu factor perbedaan dalam penulisan notasi music barat dan karawitan Sunda.

Contoh :
Musik

7    1     3     4
5      6     7     1
si  do    mi   fa
Sol  la    si    do
nada si dengan titik dibawah dibaca rendah, sedangkan untuk do titik diatas dibaca tinggi.

Karawitan Sunda
 

5     1     2     3
4     5     1     2
la   da   mi   na
ti    la    da   mi
nada la titik dibawah dibaca tinggi, sedangkan da dan mi dengan titik diatas dibaca rendah.

b. Tanda ( 0 )
          - Tanda nol berfungsi untuk menyatakan berhenti atau ketukan tak bernada dalam setiap matra.
Contoh :
1   0   2   0
3   0   4   0
tanda nol diatas menunjukan bahwa setiap nada yang dibunyikan berhenti pada ketukan ke 2, 4, 6, dan 8.

c. Tiligrama / Garis Nada
- Garis nada adalah garis yang diletakkan diatas lambang nada untuk menyatakan satuan harga nada dalam setiap garis matra, garis ini mempunyai harga nada dari 1 ketukan, ½, ¼, 1/8, hingga 1/16.
Contoh :
-         Harga nada 1
2   3   4   5
1   2   3   4



-         Harga nada 1/2
1 1   2 2   3 3   4 4
2 2  3 3  4 4  5 5

-         Harga nada 1/4
1 1 1 1   2 2 2 2  3 3 3 3  4
2 2 2 2  3 3 3 3  4 4 4 4  5

d. Garis Matra
          - garis matra adalah garis pembatas untuk menyatakan birama dalam setiap notasi.
Contoh :
x   x   x   x
x   x   x   x

e. Tanda Ligatura.
          - Ligatura adalah garis lengkung yang diletakkan dibawah lambang nada, garis ini berfungsi untuk menyatakan dua nada atau lebih yang dibaca atau dinyannyikan dalam satu nafas.
Contoh :
0   0  3   2  1   2
1  2   3   3  4   5












1.7.         Praktek Titilaras
Praktek Titilaras adalah membaca, menulis notasi atau mendengarkan sekar/ gending, melalui waditra ataupun partitur.
Sekarang kita akan mencoba mengadakan latihan–latihan dasar praktek titilaras pelog, siapkan pikiran, pendengaran serta pengucapan kita, kemudian ikutilah petunjuk berikut.
Praktek Titilaras Pelog degung
Petunjuk :
a.     Siapkan waditra kacapi atau saron berlaras degung.
b.     Pukul atau petik nada pada saron atau kacapi tersebut secara berurutan.
c.      Dengarkan nada–nada tersebut dengan seksama.
d.     Ulangi kembali permainan tersebut diikuti dengan pengucapan notasinya ( Da, Mi, Na, Ti, La ) dan perhatikan tinggi rendahnya suara yang di dengarkan.


Latihan 1
Keterangan : diikuti melalui vokal sesuai dengan nada yang dibunyikan.
1     2     3     4
5     4     3     2


3      4     5     1
2     3     4     5


Latihan 2
1    2     3      4
5     4      3     2


0  5   1   0  5   1
0  5    1  2     3  4     5

Latihan 3
     1   2   3   4
    5    4    3    2
    Di a   la  jar
   Ma sing ra jin


0  5   1   0  5     1
  0  5   1  2    3  4   5
   Ha yu    ha   yu
    Urang nungtut el mu


















1.8.         Praktek Titilaras Dalam Bentuk Sekar.

SUNDA SAWAWA

Laras: Degung                                                               Sanggian /Rumpaka :
                                                                               Koko Koswara

Surupan: 1 = Tugu                                                                   Gerakan  :  Sedeng




     0    0   2    1   5    4
     5    4   3    4   5    5
                I    eu  ku  ring
   put     tra     sun    da


     0    0   2    1   5    4
     3    4   3    4   5    1
              Pu  tra  sun da
    Nu    sa       wa    wa




    0    0   5    4   3    4      
     3    4   3    5   1    2
               Nu  be la   ka
     na     di       ri      na




    0    0   2    2   5    1
     4    3   2    1   2    2
          Jeung  bu da ya
     ka    ru      hun    na




     .      0   2    2   5    1  .4   
   4   4    4   4    5   3    4  .5
               Ah  li  wa  ris gu
Ruminda mundingla  ya pur

  1   4   5   1    2   5    1  
   5   4    3   2    1   2   2
Ba sa   ri  da yangsumbi
   sang    ku        ri    ang


2. He sakabeh putra sunda
     Putra sunda nu sawawa
     Nu wawuh kana dirina
Jeung budaya karuhunna        
Geura teang guru minda mundinglaya
Purbasari dayang sumbi sangkuriang.





















LINGKUNG LEMBUR

Laras: Degung                                                                Sanggian /Rumpaka :
                                                                             Koko Koswara

Surupan: 1 = Tugu                                                                   Gerakan  :  Sedeng

       0     0   1     5   3     4
       .     0   5     1   2     3
      0       0           0     4   3
   2   1     1          .      0   3
             Tuh    di lam  ping
               pa   gu nu   ngan
                                 di nu
lungka wing                 pa
      .    0   2     1   5     4
     .     5   1     2 3  4    4
  3   2     3   2     1   5     1
  4   5     4   1     5   3     4   4
            Tuh  di  pa    sir
             gu   gumplu kan
data   ran tuh  di pa  sir
jung krang gu gumpluk ancal
     0     0   1     5   3     4
      .     0   5     1   2     3
   4   4     4         0      4   3
  2   1     1           .      0   3
             Tem  pat sir na
               pa   ni   i    san
 anca  lan               keur bu
 bu  a    ra                    pa
     .     0   2     1   5     4
     .     5   1     2 3   4     4
  3   2     3    2     1   5     1
  4   5     4   1     5   3     4  
            Lingkung lembur
              pa   du   su    nan
nineu ngan ling kung lembur
 sing kur   pa   du su   nan
    .     0   4     4   4     4
   4   4     0   4     4   3     3   3
    .     0   1     1   1     1
   1   1     0   1     1   1     1   1
             A     ya mangsa
  kampung  ja   di  ko    ta di






   3   3     0   4     4   3     4 5  0
  1   5     4  0 3     4 5  1     1   1
  1   1     0   1     1   1      5
  1   5     4  0 3     4 5  1     1   1
 si  si        pa   mungpungan
 jal    ma      nu    ti dayeuh nga


  1   1     0   4     4   4     4
  4   4     0   4     4   3     3
  1   1     0   1     1   1     1
  1   1     0   1     1   1    1
rungsi   kampong kampung
gegek       lir    di  ko   ta


  .     0   4     4   3     4 5 0 1
  5  5 4     0  5 3     4 5  1     1
  .       0         0            0
     0           0            0         0
          Si     si gu     nung nga
da dak       sa        ga  la aya.














BAB III
KARAWITAN SEKAR
3.1.         Pengertian Sekar
Sekar merupakan kesenian yang substansinya menggunakan suara manusia ( Vocal ),
Sekar Kawih merupakan salah satu dari khazanah seni suara sunda.Sebenarnya pengertian kawih pada mulanya sama dengan sindenan, tetapi perkembangan memecah kedudukan yang berbeda antara kawih dan sindenan. Perbedaan itu bukan saja terletak pada pagelaran dan tekhnik–tekhnik bernyanyinya saja, melainkan juga lingkungannya.
Sekar ialah seni suara yang disajikan oleh suara manusia, sekar dibagi menjadi 3 bagian yaitu sekar kawih, sekar kapasindenan, dan sekar tembang, ketiga bentuk sekar ini mempunyai perbedaan, sekar kawih biasanya selalu terikat oleh ketukan, sekar kapasindenan banyak menggunakan sekar irama merdika dan sekar tandak, sedangkan sekar tembang biasanya menggunakan sekar irama merdika ( kecuali dalam panambih ), akan tetapi, saat ini banyak sekali sekar kawih yang menggunakan sekar irama merdika contoh, lagu angin burit, wengi enjing tepang deui,dll. Tembang pun saat ini menggunakan panambih atau lagu tambahan yang terikat oleh ketukan, seperti, budak ceurik, jalan satapak, gandrung gunung,dll.
Ahli seni suara biasa disebut dengan paraguna. Lagu–lagu kawih lebih banyak berorientasi pada lagu–lagu perkembangan (wanda anyar=kreasi baru), sedangkan lagu pada wanda sindenan lebih mengutamakan pada lagu klasik atau tradisi. Saat ini yang paling menonjol dalam kawih ialah dalam perkembangan lagunya, lagu–lagu kawih lebih banyak bergerak pada lingkungan pendidikan dan kaum remaja, saat inu kawih lebih dapat diterima di masyarakat karena isinya diterima dengan baik oleh masyarakat luas, karena pada saat ini isi dari rumpaka kawih diantaranya bertemakan, pendidikan, lingkungan hidup,kehidupan, cinta, dll.
Juru sanggi (komponis) adalah nama panggilan untuk seseorang yang membuat syair lagu, sedangkan seseorang yang membuat lirik lagu disebut rumpakawan, oleh karena itu di setiap lagu sering diselipkan nama penyanggi dan pembuat rumpakanya, contoh :


Karatagan Pahlawan
Laras          : Pelog Degung              Sanggian     : M. Koko
Surupan      : 1 = Tugu                     Rumpaka    : M. koko
3.2.         Jenis–jenis Kawih
Berdasarkan hasil penelitian yang bersumber dari naskah sanghyang siksa kandang karesian ( 1958 ) ada beberapa kawih yang dikenal oleh masyarakat sunda, diantaranya :
a.     Kawih Tangtung
b.     Kawih Panjang
c.      Kawih Lalaguan
d.     Kawih Bongbongkaso
e.      Kawih Parerane
f.       Kawih Sisindiran
g.     Kawih Bwaatuha
h.     Kawih Babatranan
i.       Kawih Porod Eurih
j.       Kawih Sasambatan
k.     Kawih Igel – igelan
Lagu-lagu kawih diatas kini sudah jarang dilantunkan oleh juru kawih, disebabkan karena kurangnya juru kawih yang tahu baik rumpaka, maupunsenggol-senggol lagu tersebut.
3.3.         Fungsi Kawih
Sudah sejak zaman dulu, kawih biasa dihariringkan sebagai pangbeubeurah manah, kawih pun memiliki macam–macam fungsi diantaranya sebagai, sarana pemujaan ( zaman animisme ), penyebaran agama islam ( sarana dakwah ketika islam masuk ke tanah sunda ), dan sebagai pelipur kalbu. Pada saat ini banyak sekali lagu Kawih yang memiliki tema, seperti bertemakan cinta, kasih saying, kerinduan, keagamaan, dll.
Pelopor berkembangnya kawih adalah M. Koko ( 1915-1985 ), beliau adalah seorang maestro karawitan sunda, serta direktur KOKAR, SMKI, SMKN 10 Bandung. Karya-karyanya banyak dicintai oleh masyarakat, karena lagu-lagu mang Koko sangat erat sekali dengan kehidupan masyarakat sunda.karya Mang Koko dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a.     Cangkurileung( Kanak – kanak ).
b.     Satia Putra( Remaja ).
c.      Ganda Mekar( Dewasa ).

3.4.         Tekhnik Sekar.

Didalam bernyanyi (ngawih), tentu saja kita harus mengetahui tentang teori-teori yang digunakannya, seperti artikulasi, pernapasan, dinamika, dan interptretasi, ke empat unsur ini adalah sebagian kecil yang harus diperhatikan dalam bernyanyi. Hal ini sangat berperan karena didalam bernyanyi karena sangat mengutamakan keindahan.

a.     Artikulasi.

Dalam istilah musik Artikulasi berarti pengucapan kata-kata pada lirik lagu. Ketika kita mendengar seseorang bernyanyi, seorang penyanyi mengucapkan kata-kata dari lirik lagu tersebut dengan jelas dan ada juga yang tidak jelas dalam mengucapkan kata-kata syair lagu. Hal ini bisa terjadi akibat penguasaan teknik artikulasi. Penguasaan teknik artikulasi ini penting sekali dan harus dimiliki seorang penyanyi yang baik. Untuk dapat mengucapkan kata-kata dengan baik dan jelas, maka organ-organ yang berfungsi sebagai oembentuk suara seperti, Biir, Gigi, Lidah, Langit-langit rahang harus baik dan tidak cacat serta harus terlatih. Pengecapan yang paling penting adalah pengecapan pada huruf vocal seperti, A, I, U, E, O, serta pengucapan pada huruf diftong seperti ai, oi, au, ei, karena dalam memproduksi suara, bentuk mulut sangat mempengaruhi kejelasan suara.

Adapun langkah-langkah penguasaan teknik artikulasi adalah sebagai berikut :
1.     Mempelajari isi dan maksud syairnya
2.     Melatih mengucapkan kata-kata dalam syair dengan baik dan benar. Kata-kata itu harusdiucapkan dengan  jelas, tegas, wajar, tidak dibuat-buat, pengucapannya harus proporsinal.
b.     Pernafasan.

Salah satu unsur penting dalam bernyanyi adalah pernafasan. Pernafasan perlu mendapat perhatian khusus, karena untuk memperoleh kemampuan pernafasan yang baik dalam bernyanyi memerlukan waktu yang relatif lebih lama. Pada waktu bernyanyi pernafasan harus diatur sedemikian rupa dengan cara mengambil udara sebanyak banyaknya dengan cepat, menahannya sejenak, kemudian mengeluarkannya dengan sangat hemat dan penuh kesadaran. Sebagaimana diketahui bahwa suara sebetulnya adalah nafas yang disuarakan. Oleh karena itu, penguasaan nafas merupakan syarat mutlak bagi seorang penyanyi.

Didalam tekhnik bernyanyi ada 3 macam pernafasan yang harus dikuasai, diantaranya :
-          Pernafasan Perut
Pernafasan perut dilakukan melalui mulut, dan disimpan dalam rongga perut, sehingga melahirkan warna suara yang ringan serta seperti halnya pada waktu berbicara. Pernafasan ini sangat kurang baik dalam pembentukan suara karena udara terlalu bebas keluar masuk.




-          Pernafasan Dada
Pernafasan dada dilakukan melalui hidung, dan disimpan dalam rongga adada, sehingga melahirkan warna suara yang berat. Pernafasan dada ini kurang mendukung dalam pembentukan suara, sehingga sering membuat seorang juru sekar kehabisan nafas.

-          Pernafasan Diafraghma
Pernafasan diafragma adalah pernafasan yang dilakukan memalui hidung, dan disimpan diantara rongga dada dan rongga perut, sehingga dapat melahirkan warna suara yang baik dan ringan maupun yang berat dan lain-lain. Pernafasan ini adalah pernafasan yang paling baik dalam bernyanyi.
c.      Dinamika.

  Dinamika adalah naik turun, atau keras lembutnya suara dalam bernyanyi, dinamika dalam bernnyanyi sangat berkaitan erat dengan pemaknaan kalimat lagu karena fungsi dinamika adalah untuk memperjelas kalimat lagu. Dalam tiap-tiap lagu penggunaan dinamika sangat berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan rumpaka lagu yang dinyanyikan.

d.     Interpretasi
  Interpretasi adalah penampilan dalam membawakan lagu dengan penjiwaan menurut karakter lagu tang dinyanyikan. Jiwa lagu sangatlah erat hubungannya dengan perasaan, mimic, muka dan gaya, serta sikap dalam membawakan lagu.

3.5.         Pembagian Sekar

a.     Anggana Sekar.
Anggana sekar adalah bernyani solo ( bernyanyi sendiri ), yaitu lagu atau ocal yang dibawakan oleh satu orang dengan pembagian hanya 1 suara saja. Anggana sekar biasa dibawakan oleh seorang juru kawih dalam sebuah pagelaran seperti degungan, kiliningan, celempungan, dan tembang.
b.     Rampak Sekar
Rampak sekar adalah lagu atau vocal yang dibawakan oleh lebih dari satu orang, dengan pembagian suara boleh satu suara ( suara 1 saja ) ataupun dua suara ( suara 1 dan 2 ). Rampak sekar biasanya dibawakan dalam pasanggiri, ataupun lagu persembahan dalam sebuah kegiatan.
c.      Layeutan Suara.
Layeutan suara adalah sekar atau lagu yang dibawakan oleh lebih dari satu orang dan dibagi menjadi beberapa lagam suara, pada umunya layeutan suara dibagi menjadi lagam 2 atau 3 suara. Menurut teori RMA Kusumadinata layeutan suara adalah pralagam. Pada dasarnya layeutan suara identik dengan istilah paduan suara (koor) dalam musik.

Didalam layeutan suara terdapat bagian-bagian yang dipadukan dalam satu rangkaian lagu seperti :
1.     Murda lagu, ialah bagian yang menjadi pangkal lagu atau lagu pokok.
2.     Uparengga lagu, ialah bagian yang menjadi hiasan lagu.
3.     Panganti (accompagnement, begeleiding), ialah pembentuk irama dan wiletan lagu.
4.     Lilitan lagu, ialah lagam yang digunakan dalam lilitan lagu, agar lagu tidak terdengar putus.










GURU

Laras : Madenda                                                             Sanggian /Rumpaka :
                                                                             Nano. s

Surupan: 4 = Tugu                                                                   Gerakan  :  Sedeng

       0     0         5      4   3
       .   2     3   4     5   1     2
      0       0        0     1   1
   1   1      1   2         3       1
                        Gu    ru
        di    gu gu    di  ti   ru
                                 Gu ru
di gu     gu  di        ti     ru
      .       0          2        4
     .   2    3   4      5   3    4
     3      4          3        4
                 3                    4
                        Gu     ru
       Pa nu duh   na me tu
   Tu    duh      gu      ru
              Me                tu
     0     0         3      2   1
      .   1    2   3-    2   1    2
     3     2         0        0
     2   5       0       2   5    0   1 2
                       Gu     ru
         Mu  a  ra    pa ne  mu
    U    u   
   Gu  ru             gu  ru       mu a
     .        0         1        2
     .   1     3   4     5   1     5
  1   5    1   2     0        0
       0          0          0       0
                        Gu    ru
       Bi    bit bu    it el     mu
Ra pa  ne mu





       0     0         5      4   3
       .   2     3   4     5   1     2
      0       0        0     1   1
   1   1      1   2         3       1
                        Gu    ru
        ma  wa la    lampa  han
                                 Gu ru
Ma wa     la  lam    pa    han
      .       0          2        4
     .   2    3   4      5   3    4
     3      4          3        4
                 3                    4
                        ti     nu
       po   ek ka    nu ca  ang
   ti      nu         po     ek
               ca                  a
     0     0         3      2   1
      .   1    2   3-    2   1    2
     3     2         0        0
     2   5       0       2   5    0  
                       Gu     ru
         ja  ti ning  pah la  wan
    a    ang   
   Gu  ru             gu  ru      
     .        0   5    5   5        5
     5   5+      5      3   4     5
     .        0   2   2   2         2
       2           1      1   2     2
                  Sa  na jan    teu            
    Nyan     dang   ben   tang


     0     0         5         4
      .   3       4         5       4
     0     0         3-       2
     .   1       2         3-      2  
                       Gu     ru
         U     u         gu     ru
   
 
     .   5     4   5     4   3     4
       0        0         5       4
     .   3-    2   3-   2   1     2
       0        0         3-      2
       mu    ga sing u  ta  ma          
                           Gu   ru



     0     0         5         4
      .   3       4         5       4
     0     0         3-       2
     .   1       2         3-      2  
                       Gu     ru
         U     u         gu     ru
   
 
     .   5     4   5     4   3     4
       0        0       3   4      5
     .   3-    2   3-   2   3     4
       0        0       3   4     5
        Mu  ga sing wa lu ya            
                           Gu ru 


















BAB IV
KARAWITAN GENDING

4.1.         Pengertian Gending.
Karawitan gending adalah jenis karawitan yang berobjek pada instrumen, atau lagu-lagu yang diungkapkan melalui nada-nada waditra.
Seperti yang telah dikatakan oleh R. Mahyar Angga Kusumadinata bahwa gending adalah rinengga suara yang didukung oleh suara-suara tetabuhan. Karawitan gending dibagi menjadi 2 bagian yaitu gending irama merdika dan gending tandak.

1.     Gending irama merdika, ialah gending yang lebih menonjolkan peran waditra individu, hal ini dapat difahami karena waditra tersebut dapat lebih bebas dalam berimprovisasi dalam sebuah lagu.

Waditra yang paling kuat dalam gending irama merdika antara lain, rebab, suling, kacapi, tarompet, dan gambang. Waditra tersebut dianggap waditra yang paling kuat perannya dalam memberikan melodi dan mamanis.  

2.     Gending tandak, ialah gending yang mempunyai ketukan dan irama tetap pada rubuhan kenongan dan goongan. Gending tandak biasanya dipergunakan untuk mengiringi tarian dan sekar.

4.2.         Waditra Karawitan Gending
Pada dasarnya semua waditra yang ada pada karawitan Sunda dapat digunakan untuk Karawitan Gending, tetapi ada waditra yang lebih sering digunakan dalam pagelaran karawitan gending, seperti :

-         Gamelan pelog
-         Gamelan salendro
-         Gamelan degung
-         Kacapi suling
-         Angklung.

4.3.         Istilah Pada Gending
Pada karawitan Sunda khususnya karawitan gending terdapat beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam penggarapannya, seperti :
1.     Wiletan, wiletan atau wiramatra adalah jarak di antara dua wirahma. Bentuk wiletan dalam karawitan sunda antara lain, 1 wilet, 1 wilet gancang, 1 wilet kendor, 2 wilet, 2 wilet gancang, 2 wilet kendor, 4 wilet, 4 wilet gancang, 4 wilet kendor.

2.     Pangkat, ialah lagu pendek yang dimainkan oleh satu waditra sebagai tanda bahwa lagu akan dimulai.

3.     Posisi tabuh, posisi tabuh adalah rubuhnya atau jatuhnya kenongan dan goongan pada nada yang tetap dengan ritme yang sama.

4.4.         Fungsi Gending
Gending memiliki fungsi yang sama dengan sekar baik secara merdika maupun tandak, diantaranya :
1.     Rasa kalangenan
2.     Iberan
3.     Penghantar upacara
4.     Pengiring / pirigan sekar atau tari
5.     Musik suasana
6.     Penghantar cerita.

4.5.         Tugas-tugas waditra dalam gending.
a.     Balunganing gending ( cantus firmus ) merupakan rangka dasar gending, diisi oleh waditra selentem.
b.     Anggeran wiletan ( inter punctie ) diisi oleh kempul, goong, dan kenong.
c.      Melodi lagu, biasanya diisi oleh rebab, suling, dan gambang.
d.     Pengatur irama, biasanya dibawakan oleh kendang.
e.      Lilitan melodi, dibawakan oleh rincik dan peking.
f.       Lilitan balunganing gending, diisi oleh waditra-waditra seperti saron 1, saron2, demung, dan bonang.

4.6.         Tekhnik menabuh Waditra Gamelan Salendro.
Berbagai waditra dalam karawitan Sunda mempunyai tekhnik menabuh yang berbeda berdasarkan spesifikasi waditranya masing-masing. Semua waditra mempunyai peranan yang sangat penting dalam sebuah pagelaran, walaupun kita menganggap bahwa kecrek itu adalah waditra yang sangat sederhana dan mudah dimainkan, akan tetapi dalam sebuah pagelaran tidak serta merta kecrek itu dimainkan begitu saja, ada tekhnik dan pola tersendiri.

Comments

  1. Pemaparan yang sangat lengkap, tapi akan lebih menyenangkan jika masing masing ada contohnya seperti kawih tangtung itu apa dst

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

GAMELAN DEGUNG